Tahukah anda bahwa pulau Rote yang berada
di perbatasan terluar bagian selatan dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia, memiliki alat musik terunik di dunia…? Alat musik itu bernama Sasando.
Sasando merupakan alat musik petik serupa
gitar, namun memiliki banyak senar yang melingkari tabung bambu
sebagai bagian utama alat musik ini. Bentuknya dipermanis oleh kipas
daun lontar yang dilengkungkan sebagai tempat resonansi suara.
Jumlah senar Sasando sangat bervariasi,
awalnya sasando hanya memiliki 11 dawai dengan nada pentatonis yang
disebut sasandu gong (hanya mampu menghasilkan nada do-re-mi-sol-la),
kemudian dikembangkan Sasando Engkel dengan 28 senar. Ada pula sasando
36 dawai dengan nada diatonis yang lengkap yang bernama Sasando Biola,
bahkan kini dikembangkan pula Sasando listrik/elektrik. Namun memainkan
Sasando cukup sulit karena tiap dawai tidak memiliki kunci (chord) sehingga pemainnya harus memiliki ketepatan rasa (feeling) untuk dapat memainkan nada dan ritme yang tepat dari seluruh dawai yang ada.
Pemain Sasando disebut Ta’e Sasanu, saat tampil, para Ta’e Sasanu selalu mengenakan topi khas dari anyaman lontar yang bernama Ti’ilangga.
Cara memainkan Sasando adalah dengan memangkunya lalu memetik dawainya
dengan jari-jemari seperti memainkan harpa atau kecapi. Essau Nale,
Seorang Maestro Sasando Gong (11 dawai) dari kecamatan Rote Barat yang
ditemui Redaksi NRMnewsmengatakan bahwa sampai sekarang hampir semua bahan yang dipakai untuk membuat Sasando adalah bahan asli dari kepulauan Rote.
Daun lontar yang dilipat untuk sasando
dihasilkan oleh jenis pohon tuak (lontar) khusus , daun lontar sasando
perlu diganti kurang lebih setiap 5 tahun. Kayu hitam digunakan sebagai
poros batang bambu dan baji-baji dawai.
Menurut bapak Essau, Jenis kayu hitam ini
hanya terdapat di pulau Ndana dan Kalimantan, di pulau Rote sendiri
tidak ada. Pulau Ndana merupakan pulau kecil di sebelah selatan Pulau
Rote, dan secara resmi merupakan pulau paling selatan dari Kepulauan
Indonesia yang ditandai dengan didirikannya Tugu Jenderal Soedirman di
Pulau Ndana.
Sehabis melantunkan lagu daerah Rote berjudul ovalangga, Essau Nale menuturkan sebuah kisah tentang asal mula alat musik Sasando ini kepada redaksi NRMnews.
Kisah yang berawal dari sekitar abad ke 15 sebelum pulau Rote dijajah
bangsa asing. Saat itu ada seorang pemuda bernama Sanguana. Ia adalah
pelaut Rote yang terdampar dengan sampannya ke sebuah pulau Ndana.
Disana ia ditawan oleh Raja Ndana dan diharuskan memberi hiburan dalam
festival tarian tradisional yang dinamakan Kebak.
Sanguana dalam masa tahanannya kemudian
bermimpi bahwa ia dapat menciptakan sebuah alat musik petik dari batang
bambu, kayu hitam, senar, dan daun lontar yang dilengkungkan. Mimpi
tersebut mengilhami Sanguana untuk menciptakan alat musik yang ia sebut
sebagai Sandu (getar). Sanguana memainkan Sandu ini untuk mengiringi
tarian dalam festival Kebak, alhasil banyak orang yang menyukai iringan
musik Sanguana tersebut. Mereka pun tertarik untuk belajar memainkan
Sandu yang pada perkembangannya disebut sebagai Sasandu/Sasando yang
secara harfiah dalam bahasa Rote artinya adalah berbunyi/ bergetar
berulang-ulang.
Essau belajar memainkan sasando saat ia
masih kelas 4 SD, sasando gong yang dibawanya kini merupakan pegangannya
semenjak tahun 1985. “..Saat itu pemain sasando sangat jarang, hanya
saya yang paling muda, mungkin di satu kecamatan Rote Barat itu hanya
saya seorang pemain Sasando yang tersisa hingga tahun 2000-an..”
kenangnya.
Karena kekhawatiran akan punahnya alat
musik yang indah tersebut, kemudian pemilik sanggar Detamanu di Rote
Barat ini turut mengusulkan ke dinas pendidikan setempat untuk
mengadakan lomba sasando bagi anak-anak, agar minat mereka belajar
memainkan sasando tumbuh kembali.
Ternyata gayung bersambut, dan usulan ini
ditanggapi positif, lomba sasando diselenggarakan tidak hanya di
tingkat kecamatan, atas dorongan dan dukungan berbagai pihak akhirnya
terealisasikanlah sebuah Festival Sasando untuk memperebutkan Piala
Presiden pada bulan Desember 2009. Dalam festival tersebut bapak Essau
Nalle keluar sebagai juara 1 Sasandu Gong. Menurut pak essau, saat
itulah sasando, alat musik yang hampir punah ini terangkat kembali
dengan adanya komitmen pemerintah memajukan sasando.
Kini kekhawatiran para Ta’e Sasanu cukup
terobati seiring bangkitnya minat generasi muda Rote maupun wilayah
sekitarnya untuk menekuni alat musik Sasando. Keindahan dan kekhasan
petikan dawai Sasando pun sudah diperdengarkan di berbagai daerah di
Indonesia, bahkan hingga ke mancanegara. Alat musik Sasando membawa
kisah, semangat, dan kebanggaan masyarakat pulau Rote akan alam dan
budayanya.
Keindahan dan keunikan bentuk Sasando
seakan mewakilkan keindahan dan keunikan alam Pulau Sejuta lontar
tersebut. Yang seakan mengusik rasa penasaran untuk menyambanginya.Hal
ini dibuktikan dengan banyaknya turis domestik maupun asing yang datang
ke negeri Flobamora ini khusus untuk mempelajari alat musik yang
bernama Sasando.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar